Senin, 01 November 2010

SEBUAH PENANTIAN

Tak ada yang istimewa dalam hidupku. Tidak juga pada waktu itu. Ketika mendung bergelayut menyelimuti kampungku. Ahh. Bukanlah hal yang istimewa. Itu merupakan pemandangan yang teramat biasa didaerahku. Kala hadirmu nan diiringi dengan titik titik gerimis siang itu. Ada sesak dalam dada ini, bergemuruh. Yah. Perpisahan. Kedatanganmu untuk meninggalkanku seperti yang engkau sampaikan tadi malam lewat telepon.

“Dik, aku diterima. Besok aku harus berangkat ke kamp pendidikan”, serumu dari seberang.
“Ohh ya?? Syukurlah kalo gitu. Mudah-mudahan kakak dapat menjalaninya dengan tenang dan sabar”, jawabku untuk menyambut kegiranganmu. Meski dengan hati tertekan, antara rela dan tidak rela. Terbayang dalam pelupuk mata jarak dan rentang waktu yang akan aku lalui dalam kesendirian. Tanpa dirimu disisiku.
“Besok aku kerumah, kita harus ketemu. Sebelum paling tidak satu tahun kedepan aku ninggalin kamu. Do’akan aku kuat dan berhasil ya dik”, lanjutmu dari seberang.
“Ya, aku tunggu, pasti aku do’ain. Toh ini juga untuk kita kan?”, jawabku

Siang itu, tak mampu aku tuk melawan tatapan matamu. Ku lihat sebentuk keraguan dalam dirimu. Ya.. keraguan untuk jauh dariku. Aku berusaha tegar agar engkau tidak ragu, meski hatiku tak berhenti bergemuruh. Dan dengan sisa-sisa ketegaran, aku kuatkan hati untuk melepas kepergianmu. Kala genggaman erat tanganmu perlahan terlepaskan. Seolah tiada rela. Ingin sepertinya aku menjerit. Namun aku tahan, demi engkau tegar meninggalkanku.

Waktu mengalir apa adanya. Komunikasi senantiasa terjaga. engkau selalu bercerita hal-hal tentang Pendidikanmu. Yang penuh siksaan dan tempaan. Tak kusadari menetes air mata ini mendengarkan curahan hatimu selama masa pendidikan. Namun senantiasa kujawab “Sabar ya kak, namanya sedang dalam pendidikan. Ya pastinya berat. Kakak harus kuat ya”, untuk sekedar menguatkan hatimu.

“Ya, Allah, berikanlah kekuatan untuk tambatan hati hamba. Berikanlah ketegaran dan kesabaran padanya, selama dalam pendidikannya. Dan berikan juga kepadaku bekal kesabaran dan kesetiaan untk menantikannya kembali”, do’a yang senantiasa aku panjatkan ketika aku mengadu pada-Nya, atau saat hatiku sedang gundah mengingat betapa menderitanya dirimu.

Hari-hari ku dipenuhi dengan penantian. Menanggung beban kerinduan yang selama ini tidak pernah aku rasakan. Bahkan membayangkannya pun tidak pernah. Disisi wanita, aku ingin selalu diperhatikan. Meskipun hanya dengan SMS “Hay”. Itu telah membuat hatiku tenteram. Namun disisi lain aku juga dituntut untuk mengerti. Engkau disana bukan untuk refreshing atau jalan-jalan, tapi demi mengejar cita-cita. Yang pada akhirnya tetap untuk aku juga.

Ahhh.. Panggung kehidupan ini terlalu sulit untuk aku jalani. Tak pernah terlintas sedikitpun dalam anganku, aku akan mendapatkan peran seperti ini. Berhubungan jarak jauh.
“Dik, kakak lagi istirahat latihan sekarang. Ntar malem aku telpon ya. Tungguin”, SMS masuk dalam handphoneku siang itu.

Perasaanku berbunga-bunga. Malam ini aku akan ketemu. Meski hanya suara yang akan menjumpaiku. Ahh.. paling tidak sedikit kerinduanku akan terobati.

Sepulang dari kerja, buru-buru aku mandi dan mempersiapkan diri. Seolah-olah dia memang akan datang bertandang menjumpaiku. Selepas Maghrib, aku tak keluar kamar lagi. Yang kunanti hanyalah dering HP darimu.

Nada SMS berbunyi, bergegas aku membukanya “Duhh yang lagi nunggu di telepon”, ahh kerjaan usil shobibku. Tak kubalas SMS itu. Karena yang aku tunggu saat ini hanyalah dirimu, tidak yang lain.
Sejenak kemudian yang aku nantikan tiba. HP ku bebunyi “A..papun yang terjadi.. Aku slalu ada untukmu…”, lagu Bondan, nada dering khusus untukmu. Cepat aku pasang Headset dan kurekam pembicaraan ini. Kudengar dan kumaknai setiap kata yang terucap darimu, sebagai pengobat kerinduan.
“Dik, aku kangeen sama adik”, ucapmu mengawali pembicaraan.
“Gimana khabarmu”, lanjutmu.
“Aku juga kangen sama kakak. Banget malah”, balasku
‘Khabarku tak begitu mengenakkan”, lanjutku.
“Emang adek kenapa? Sakit ya?”, tanyamu penuh kekhawatiran.
“Iya nich, sakit malarindu. Hehehe”, jawabku manja.
“Ehmm. Kalo itu mah sama. Aku juga kepikiran terus sama adek”,
“Maca cih..”, jawabku manja sambil memeluk guling didepanku. Saking bahagianya.
“Ohh.. ya. Ngomong2 emangnya gak ada jadwal. Ntar capek lho”, tanyaku kemudian.
“Hemm. Kebetulan besok libur. Paling kegiatan rutinitas biasa aja”, jawabnya.
“Sebenernya tadi habis disiksa habis-habisan sih. Tapi denger suaramu jadi hilang rasa sakit dan capeknya.”, sambung dia.
“Hemm.. Lebay dech”, jawabku..

Ya, begitulah percakapan malam itu. Dia menceritakan semua pengalamannya di kamp pelatihan, begitupun aku menceritakan apa yang aku alami ditempat kerja. Sampai tanpa terasa hari telah berganti. Pembicaraan itu terhenti seiring habisnya pulsa di HP kami. Ada rasa bahagia dan juga sedih malam itu. Bahagia, karena dirimu masih senantiasa kangen, sayang dan cinta sama aku. Sedih jika membayangkan hari hari yang engkau lalui di kamp pelatihan, yang penuh dengan siksaan siksaan. Tak dapat aku membayangkan betapa menderitanya dirimu.

Andai aku ada didekatmu, akan kuusap tiap tetes peluh yang mengalir di dahimu. Akan kuseka darah yang mengering dibibirmu. Ahh.. andai saja. Tapi aku jauh disini. Hanya bisa mendengar tiap keluh kesahmu. Tak dapat aku melakukan apapun untukmu. Andai kau tahu, betapa sedihnya aku tiap kali mendengar cerita ceritamu. Tak terasa bening itu telah meleleh dari pipiku. Kuseka perlahan dengan kedua tanganku. Aku hanya mampu memeluk guling dikamarku.

Mata ini tak dapat terpejam setelah menerima telepon darimu tadi. Meski hari telah berganti. Kubuka lembar buku hijau diatas meja kamarku. Kuukir kembali kenangan barusan bersamamu. Yahhh. Tentang ceritamu, tentang suka dukamu. Diary itulah saksi bisu, tempat aku curahkan segala rasa bahagia dan keluh kesah bersamamu. Hanya bersamamu.

***
Semestinya engkau sudah pulang hari ini. Seperti yang pernah engkau ceritakan padaku. Hari ini tepat satu tahun masa pendidikanmu. Penantian panjang yang mesti aku jalani untuk menunggumu kembali. Meski waktu terasa sangat lambat aku rasakan. Namun sampai batas penantiaku, tak ada khabar darimu. Berjuta tanya bergelayut dalam fikiranku. Ada apakah denganmu? Mengapa tiada khabar? Hatiku menjadi resah. Seharian ini yang dapat aku lakukan hanyalah mengurung diri di dalam kamar. Membolak balik diary hijau diatas ranjang. Jemariku tak sanggup untuk menuliskan sesuatu diatasnya. Hanya dapat mempermainkan pena itu sekenanya.

Terdengar suara orang mengetuk pintu diluar.
“Dik, ada tamu tuch. Tolong bukain pintunya dong”, teriak ibuku dari dapur.
Tidak aku pedulikan. Fikiranku sedang tidak mood untuk bangun dari ranjangku.
Ketukan itu berulang-ulang. Dan akhirnya ibuku bergegas membukakan pintu.
“Manda nya ada bu?”, terdengar sayup diluar menyebut namaku. Suara itu sangat khas. Aku hafal betul siapa pemilik suara itu.
“Andi”, suaraku tertahan, seolah tak percaya terhadap pendengaranku. Secara refleks aku bangkit dari ranjang.
“Ohh ada nak, masuk dulu”, jawab ibuku mempersilahkan masuk tamu itu.
Sejenak kemudian ibuku mengetuk pintu kamarku
“Dik, ada Andi tuch menunggu didepan”, terdengar suara ibuku.
“Iya bu, sebentar”, jawabku.

Segera aku persiapkan diri secantik mungkin dan secepat mungkin. Perasaan ini melayang entah kemana. Setelah perpisahan yang begitu lama, kini dia datang.
 “Kakak”, seruku dengan tatapan tak percaya. Dulu tubuh itu tak berisi dan putih. Tapi sosok didepanku ini sekarang lebih berisi dan tampak agak hitam.
“Jahat amat sih, pulang gak ngasih khabar”, lanjutku kemudian.
“Aku kan mau ngasih surprise sama adek”, jawabmu dengan santainya.
“Kakak jadi tambah item.. jelek lagi”, kataku menilaimu
“Hehehe.. Tapi tetep sayang kan?”, ledekmu kemudian
“Adik kok kurusan? Habis sakit ya?”, tanyamu selanjutnya
“Iya sihh. Kurus! Ahh. Enggak kok. Biasa aja. Gak pernah liat aja kale”, jawabku
Yah.. Pertemuan kali itu sangat bermakna bagi hubungan kami. Mengingat satu tahun perpisahan cukuplah membuat perasaan kami tersiksa.

Malam itu kami habiskan untuk mengobati kerinduan kami selama ini. Atas saran dari Ayah dan Ibu, ku ijinkan dia untuk bermalam di rumahku. Mengingat saat dia pamit mau pulang. Hujan lebat sedang mengguyur daerah kami. Sebagai seorang gadis, sebenarnya aku sangat khawatir memberinya ijin untuk bermalam. Khawatir penilaian orang-orang terhadapku. Sementara selama kami berpacaran dia tak pernah dapat kesempatan untuk menyentuhku, selain berpegangan tangan. Mungkin aku termasuk gadis yang kolot. Tapi menurutku kehormatan adalah segala-galanya.

Keesokan harinya, kami ganti bermain kerumahnya. Keluarganya menyambutku dengan gembira. Begitulah, dia dirumahku sudah selayaknya keluarga sendiri. Begitupun aku dikeluarga dia. Selama dia menjalani masa pendidikan, setiap kali aku putus kontak, selalu aku bermain kerumahnya. Bercerita pada ibunya.

Seminggu masa liburanmu, benar-benar kami manfaatkan untuk melepas kerinduan. Bernostalgia ke tempat-tempat yang dulu biasa kami kunjungi. Bercerita kisah-kisah masa itu.
Sampai engkaupun akhirnya kembali ke kamp pelatihan. Dari sanalah nantinya dirimu akan mendapatkan penempatan tugas.
“Do’akan biar aku dapat penempatan disini ya dek”, pintamu sebelum kembali untuk meninggalkanku lagi.
“Pasti. Aku akan selalu mendo’akan kakak”, jawabku sama seperti waktu pertama kali engkau berpamit untuk masuk ke kamp pelatihan.

Hari hariku kembali sepi. Tak ada lagi tawa candamu seperti kemarin kemarin. Hanya rutinitas pekerjaan yang membuat aku sedikit bisa terhibur. Sama seperti waktu waktu yang lalu. Kebencianku pada hari Sabtu dan Minggu muncul kembali. Yah.. Sabtu dan Minggu adalah waktu aku libur kerja. Dimana tak ada kesibukan yang mampu menghalau kerinduanku padamu. Apalagi mendengar celoteh sahabat sahabatku yang bercerita tentang kekasihnya. Semakin membuat aku membenci Sabtu dan Minggu.

Puncak kekhawatiranku akhirnya terjawab. Ketika menerima telepon darimu.
“Dik, aku mendapat tugas di Tanjung Perak untuk dua tahun”.
Aku terperanjak kaget. Aku hanya bisa terdiam tanpa bisa berkata-kata. Satu tahun penantian telah membuatku kehilangan semangat hidup. Kini aku harus temukan itu kembali. Bukan satu tahun, dua tahun malah. Ohh..
“Ya Allah, ujian apa yang sedang Engkau berikan pada hamba-Mu ini, tak cukup puaskah Engkau dengan satu tahun ujian-Mu terhadapku. Sanggupkah aku menahan rasa selama itu”

Tanjung Perak, dua kali lebih jauh dari kamp pelatihanmu. Itulah jarak yang musti memisahkan kita. Aku berusaha mencoba untuk bertahan. Aku harus bisa. Ku tanamkan keyakinan untuk selalu positif thinking padamu. Semoga dengan begitu aku menjadi bisa untuk belajar setia.

Satu minggu, dua minggu, satu bulan, dua bulan komunikasi itu tetap terjalin. Meski kerinduan ini tak pernah bisa terpadamkan. Kecurigaan kecurigaan kecil selalu ada, tapi kami selalu dapat memperbaikinya. Rasa kasih sayang dan saling percaya, itu yang membuat kami dapat bertahan dalam menjalani hubungan jarak jauh.

Tetapi memasuki bulan kesepuluh engkau bertugas disana, aku merasa ada yang berubah dalam dirimu. Sudah mulai jarang engkau menghubungiku. Sibuk, selalu itu yang menjadi alasanmu. Handphonemu mulai jarang aktif. SMS ku sudah jarang Engkau balas. Facebookmu hanya sesekali engkau buka.
Mulai muncul prasangka negatif dalam diri ini. Tetapi selalu berusaha aku tepis. Aku tetap memberikan keyakinan Engkau bener bener sibuk. Apalagi sebagai orang baru.

Awal bulan kesebelas Engkau bertugas, aku berhasil menghubungimu.
“Kak, gi sibuk ya”, tanyaku.
“Saat ini lagi nggak sibuk sibuk amat. Maklum anak baru”, jawabmu
“Sebagian besar tugas dibebankan padaku”, imbuhmu.
“Sesibuk apa sih, sehingga bales sms aja gak bisa”, tanyaku sedikit memaksa.
“Adik gak percaya sama aku lagi?”, jawabmu balik bertanya.
“Dari dulu aku selalu percaya kok sama kakak”, jawabku.
“Apa pernah aku menuntut yang tidak tidak sama kakak. Malah aku selalu ngertiin kakak, bukan sebaliknya.”, tambahku.
“Kak, aku hanya minta sebuah keyakinan dari kakak. Agar aku punya pegangan untuk selalu menanti kakak”, aku mencoba merajuk.
“Maksudnya?”, jawabmu kembali bertanya
“Ya apalah. Yang bisa meyakinkanku kalo penantianku ini tidak sia sia”, sahutku.
“Adik minta dilamar? Kan adik dah tau kalo aku masih dalam ikatan tugas”, kilahmu.
“Ho ho. Ya enggaklah. Aku juga belum berani kalo harus sampe dilamar. Tapi paling tidak aku punya ikatan untuk dapat selalu nunggu kakak”, jawabku mengelak.
“Ya sudah dech, itu nanti kita bahas saat aku pulang ya. Percayalah, aku gak akan mungkin ninggalin adik. Aku terlalu sayang sama adik”, jawabmu sebelum mengakhiri pembicaraan.

Dan aku hanya kembali bisa menerima. Tak ada sedikitpun aku menaruh curiga padamu. Ketulusan cinta yang membuat aku tetap bisa mempercayaimu. Meskipun terkadang mulai samar samar.

Ketika berkali kali aku mencoba menghubungimu, tidak ada jawaban. Begitupun dengan sms dan inbox di Facebook. Aku datang kerumahmu. Sekedar untuk bersilaturahmi. Dari ibumu aku baru tahu kalau Engkau sakit, bahkan sampai dirawat dirumah sakit. Biasanya berita seperti ini selalu aku yang pertama kali tau. Rasa curiga mulai muncul kembali, namun aku coba menepisnya.
“Ahh. Mungkin dia nggak ingin aku menjadi panik dan kepikiran terus”, aku mencoba untuk menenangkan diriku.

Aku terus berusaha untuk menghubungimu. Tetapi hati seorang wanita memang tidak bisa dibohongi. Ketika aku berhasil menghubungi handphonemu, suara perempuan yang mengangkatnya.
“Hallo, bisa bicara dengan Andi”,
“Ini siapa?”, tanya perempuan itu.
“Lha ini siapa, Andinya mana?”, jawabku kembali bertanya.
“Ini pacarnya, Andinya masih dirawat. Ini siapa”, jawabnya
“Aku pacarnya. Bisa bicara dengan Andinya”, jawabku agak ketus.
“Jangan ngaku ngaku dech”, jawab perempuan itu
“Andi bilang sudah gak punya pacar. Pacar terakhirnya ninggalin dia tiga bulan yang lalu”, lanjut perempuan itu langsung memutuskan percakapan.

Seketika duniaku seakan melayang. Aku kehilangan pegangan. Kesetiaan yang selama ini aku jaga telah dikhianati. Aku tak memerlukan penjelasan lagi. Semuanya sudah jelas menjawab semua kekhawatiranku selama ini. Aku ingin menangis sejadi jadinya hari itu. Tapi aku tak sanggup. Kedua orang tuaku akan sangat kecewa. Ahh. Aku harus mencoba untuk menutupinya. Jangan sampai kedua orang tua kami tahu apa permasalahan yang sebenarnya terjadi.

Dari waktu itu aku tak pernah lagi menghubungimu lagi. Hatiku telah hancur. Sampai engkau pulangpun aku tak acuh. Apalagi ketika engkau tidak berani memberikan komitmen apapun terhadap hubungan kami. Hati ini tambah yakin kalau perempuan itu benar kekasihmu yang baru. Meskipun engkau selalu menyangkal dan mencoba untuk meyakinkanku. Keputusan yang paling menyakitkan akhirnya terjadi.
“Tanpa ada komitmen, lebih baik hubungan kita berakhir”, keputusan terakhir yang aku berikan padanya.

Tiga hari dia bermalam dirumahku, aku tak pernah pedulikan. Aku hanya menyapa seperlunya saja. Tak pernah aku memberikan kesempatan apapun padanya untuk menjelaskan yang telah terjadi. Hatiku telah mati, hatiku telah terkunci untuknya. Masih dengan catatan tanpa ada komitmen. Dan ternyata sampai dengan keberangkatannya untuk kembali bertugas, komitmen itu tidak pernah keluar dari mulutnya.

***
Wahai diary…
Ingin rasanya aku menghancurkanmu
Layaknya dia menghancurkan hatiku..
Tapi aku tak sanggup..
Kesetiaanmu menemaniku
Selayaknya aku selalu menantinya
Rentang panjang tiga tahun itu
Nyata sekali tiada arti
Aku hanya bermain dalam khawatir nan hampa
Aku kawal dia menggapai cita..
Ternyata bukan untukku
Ternyata…
Tetes air mata selama ini
Hanya untuk orang lain
Pantaskah ada sesal
Pantaskah ada luka
Pantaskah ada sakit hati
Ahh.. tidak…
Itu hanya kebodohanku..
Memberi kepercayaan
Memberi keyakinan
Memberi kesetiaan
Nan nyata tanpa ikatan

Itulah curahan hatiku terakhir pada diary hijauku. Yang untuk kemudian aku simpan selama-lamanya tanpa aku buka kembali.
Selanjutnya aku harus kembali bisa menata hidup. Biarlah semua cerita itu menjadi pengalaman berharga bagiku, untuk aku belajar tentang kehidupan. Sampai saat ini aku bahagia dalam kesendirian. Sampai suatu saat nanti aku mendapatkan malaikat penjaga yang mampu memberikan komitmen nyata dalam kehidupanku.

Minggu, 31 Oktober 2010

INDAHNYA PENCIPTAAN

Indah nian rupamu..
Menari diantara madu madu
Bercengkrama dengan bunga bunga
Kepakanmu berirama..
Semua mata tertuju padamu..
Cantik luar biasa..
Tapi siapa sangka..
Engkau penjelmaan dari siburuk rupa
Tak ada nan suka padamu
Bahkan untuk menyentuhmu
Kala semua mencacimu
Kala semua membencimu
Tiada nan peduli padamu
Hina dan cela..
Engkau tiada putus asa..
Namun Engkau contoh mulia
Dan bukti nyata dari yang kuasa
Tiap doa dan usaha
Tiada pernah tersia
Dalam bertapa Engkau berpinta
Dari hina menjadi cinta
Dari cela menjadi suka
Ketulusan dan keteguhan hati
Gambaran nyata sebuah pengorbanan
Hingga engkau berganti rupa
Sosok indah menggoda mata
Tarianmu melenakan
Rupanya menyenangkan
Tiada nan tiada suka padamu
Benar Engkau sebuah pembelajaran
Do'a dan pengorbanan
Nyata itu sebuah keajaiban..

Rabu, 27 Oktober 2010

AKU TAK PANTAS

Aku tak pantas...
Mengiringi lukamu..
Menjaga pilumu...
Memapah sedihmu..
Membimbing dukamu...

Aku terlalu jauh..
Yang kubisa hanya merasa..
Meratap atas lukamu..
Merintih atas pilumu..
Meraung atas sedihmu..
Meronta atas dukamu..

Tak layak menyandang malaikat
Kala aku tak banyak mampu berbuat
Sedang Engkau bercengkerama dengan kepedihan
Aku hanya bisa menatap..

Dibalik pagar aku menyaksikan
Pembatas nan tak terpecahkan
Gerbang itu terlalu tinggi untuk kudaki
Diding itu terlalu tebal untuk kuselami

Tak bisa aku menjadi rembulan itu
Tak mampu aku sebagai lentera
Atau bahkan lilin perumpama
Kala gelap tengah menaungi

Aku hanya disini..
Menatap dan menyesali..
Hatimu menyandang pilu..
Aku hanya bisa meratap..
Hatimu menggenggam duka..
Aku hanya bisa merana..

Ohhh... Drama kehidupan..
Berikah aku naskah sandiwara ini..
Agar dalam panggung aku berperan selayaknya
Tak perlu epilog prolog dan sebagainya
Biarkan aku bermain seperti karakter yang aku impikan

Agar bisa kusobek sobek naskah penderitaan
Nan meski dijalani sang bidadari..
Biar bisa kutulis ulang cerita riang ria..
Tanpa beban...
Tanpa luka...
Tanpa duka...
Tanpa derita...

Wahai sutradara...
Ijinkan aku mendekat pada bidadari kecilku..
Mendekap erat kala sang bayu membadai..
Memapah bangkit kala dia terpuruk..
Agar aku merasa pantas..
Menjadi benteng atas dukanya..
Menjadi laskar atas lukanya..
Menjadi biduk dalam galaunya..
Menjadi kompas atas arahnya..

Wahai gerbang pembatas..
Bukalah lebar lebar pintumu
Untuk aku mendekat..
Menghapus tiap titik titik duka..
Menampung tiap tetes tetes luka..
Memberi sandaran kala ia goyah

Sabtu, 23 Oktober 2010

PERI KECIL

Peri kecil...
Hadirmu warnai sisi lain hidup
Torehkan tinta nan berbeda
Bukan jingga emas atau apa
Namun begitu berharga

Peri kecil...
Kala balutan asa tlah bermain dipelupuk rasa
Sadari hadirku adalah kesalahan
Tapi rasa tetaplah kesucian
Tiada salah atau cela

Peri kecil...
Merasa ku bukan sosok dewa
Nan mampu menjadi dari segala
Hanyalah biduk lemah namun miliki asa
Tuk bawamu pada sebuah haluan

Peri kecil...
Kesederhanaan rasa
Kepolosan hati
Kesempurnaan etika

Peri kecil...
Sosok nan anggun itu
Membingkai aku pada suatu estetika baru
Memberi langkah menjamah bayangan
Hadirkan mutiara mutiara kehidupan

Peri kecil...
Engkaulah sosok itu
Nan tlah lenakanku pada suatu keadaan
Dimana semestinya bukan aku

Peri kecil...
Terkadang aku kehilangan jejakmu
Meski tlah kutelusuri kelembah lembah
Tak pernah mendapatinya..
Hanya galau...

Peri kecil...
Engkau dihadapanku tapi hampa
Engkau didepanku tapi maya
Engkau dihatiku tapi fana
Engkau kutemui tapi semu

Peri kecil...
Kujadikan Engkau istimewa tapi tak termiliki
Kujadikan Engkau permata tapi tak punyai
Kujadikan Engkau

Rabu, 20 Oktober 2010

TAKKAN TERULANG

Tak mau aku salah untuk kedua kali..
Masih terngiang dalam pelupuk ingatan..
Kala Engkau mengadu tentang sikap seseorang..
Yang nyata padanya tak ada harapan..
Bak bijaksana akupun berfatwa..

Engkau kembali padanya..
Kala seseorang itu tlah bisa seperti harapan..
Engkau berlalu..
Pergi dari pandanganku..
Terkadang tersiar khabar..
Sejenak kemudian sirna..
Aku memberinya judul aku kehilanganmu

Dan kini ketika aku temui..
Engkau tengah terluka..
Seseorang itu tak memberimu arti..
Tinggalkanmu dalam rana..
Kuraih Engkau dan tak kulepas lagi..
Memapahmu tuk menatap kehidupan..
Coba membimbingmu raih harapan..
Tapi ternyata..
Perpisahanmu aku turut berperan..
Seseorang itu tlah berubah..
Tak mampu berikan ikatan..
Sbagaimana padamu aku sarankan..

Kala kusibak lembar sejarahmu..
Simpul tersenyum kala ada bahagia..
Tapi nyata Engkau banyak terluka..
Terluka oleh penantian..
Nan akhirnya tinggal penantian..
Tak pernah terwujud kebersamaan..

Kini...
Tak kuijinkan Engkau kembali terluka..
Atau bahkan salah arah..
Dalam menilai kehidupan..

Maaf..
Andai akhirnya aku banyak tanya..
Engkau dimana, dengan siapa dan berbuat apa..
hanya tuk berharap..
Engkau tak salah menatap arah langkah..

Ijinkan aku..
Membimbing arah..
Menuntun langkah..
Agar Engkau tak terluka lagi..
Agar Engkau tak tersakiti..
Sampai batas waktu nanti..
Aku kan melepaskanmu..
Pada titian nan semestinya..
Pada pelabuhan nan selayaknya..
Untuk Engkau raih bahagia..
Smoga tanpa air mata..

Jumat, 15 Oktober 2010

SEPERTI MENGEJAR BAYANGAN

Ku cari cari senyummu disisa malam
Dari seluk seluk mimpi
Kutelususi jejak demi jejak
Diantara tabir ke tabir
Kusingkap lembaran kenangan

Ahhhh...
Aku kehilangan
Sungguh sulit menggapainya
Tak kudapati yang kuingini
Bahkan sirna yang tlah terbingkai

Ohhh...
Sungguh ini tak kutahui
Bingkai indah itu sesaat benar
Sejenak kupahami
Kemudian sama sekali tak kumengerti

Bahkan kini Engkau tak peduli
Pada hati nan tetap mencari
Bayangmu pun sirna tak kutemui
Dalam tapak tapak jejak langkah

Terasa kini dalam keterpurukan
Mendalami jejak langkah nan tersia
Ritme perjalanan nan galau
Mengejar mimpi didalam mimpi

Sadari aku dalam keberadaanku
Ternyata dalam permainan rasa
Aku bukan apa pula siapa
Bak bayangan ada tanpa makna

Satu per satu langkah beranjak
Tertatih menata rasa
Memapah tegak sang jiwa
Dalam papa nestapa

Kamis, 07 Oktober 2010

GAMBARAN ALAM

Derai airmata dunia aliri wajah pertiwi
Bentuk sungai sungai kecil
Tawarkan haru pada sebentuk insan
Rona langitpun tak tampak cerah lagi
Lautan terdiam dalam riakan kecil
Dan karang merintih sandarkan biduk
Biduk ini tlah hilang dermaga
Langkahkan kecil tak berasa
Bulir pantai taburi dinding nan rapuh
Binatang kecilpun tak mampu diajak bertutur kata
Nyiur tundukkan lesu hilang kata
Semua telah berperan
Semua tlah turut rasakan
Semua tlah lelap dalam duka
Tapi tak mampu yang bersua sepatah bicara
Tak mampu kuatkan biduk yang kian lapuk
Akhirnya semua tak peduli
Tiada kata haru lagi
Atau kata duka tuk mewakili
Kini semua luluskan biduk dalam rapuhnya
Hai laut hancurkan aku dalam gelombangmu
Mentari lemah, bicaralah engkau dengan terikmu
Binatang laut nan bodoh
Taringmu lebih berharga demi hancurkan tubuhku
Nyiur yang sombong
Tiupkan bayu tuk luruhkan daku
Dan alam mulai tercaci
Hingga biduk terlarut dalam kenangan
Sirna....
Ditelan lautan yang lapar
Akhirnya semua berpulang apa adanya
Bersama lenyapnya asa biduk
Yang menguap dalam fana
Setelah berlayar tanpa asa
Kembali dalam pelukan pertiwi

Selasa, 05 Oktober 2010

PENGORBANAN DAN KEBAHAGIAAN

Semerbak rona persahabatan
Masih terukir dalam
Bawakan satu pesona
Masih melekat dalam lembah kalbu
Hadirmu adalah karunia terbesar untukku
Warnai sendiri arti perjalanan
Engkau hadirkan senyum dunia untukku
Bawakan tangkai tangkai asa
Dan suntingkan setangkup keyakinan
Aku masih punyai kehidupan ini
Namun aku hanyalah aku
Yang tak mampu berlaku sepertimu
Tak kusadar akan kerapuhanmu
Kau halaukan galau sukmaku
Dengan lembut kasihmu
Ikatan waktu pisahkan raga
Tapi hati tetaplah sama
Kini sadari aku dalam sesalku
Kala berpulang di istanamu
Kala engkau abadi dalam kehidupanmu
Aku impikan engkau karibku
Temani dalam kebersamaan
Meniti jalan yang tlah usang dalam kenangan
Asaku kan mulai berlaku untukmu
Berjalan pada jalan yang tlah kau tempuhi
Tertawa dalam tangismu
Bahagia dalam dukamu
Demi insan lain yang lebih perlu
Walau engkau sendiri haus untuk itu

Kamis, 30 September 2010

KISAH DIPANTAI TAK BERNAMA

Ketika malam dicekam kelam
Rona rembulan pasi disurat awan
Kota jingga tenggelam dalam senyap
Bayu tersurut mengalir perlahan
Menggoyang batang kekar nyiur tua
Yang tlah hilang daun dan dahan
Riak gelombang menyusut sunyi
Dingin menusuk menyusup hati
Sesosok biduk mengambang dalam air
Dibuai ombak lautan pasang
Tanda biduk tiada punya tujuan
Bergayut lunglai sesosok badan
Dalam bernafas sangat lelah
Menyusur samudera tiada arah
Berkicau camar membawa kabar
Sampai pantai untuk berdampar
Jiwa itu kembangkan mata
Usaha tuk menerawang mimpi
Tapi itu nyata adanya
Karna biduk tlah lelah bersandar
Terpa rinyai ombak bangkitkan sosok dalam lelap
Lalu merenung membaca diri
Dimana gerangan jiwa tlah bersandar
Terlelap kembali dalam dekapan negeri tak bertuan
Tetapi bukanlah itu sebuah mimpi
Saat tetes bergulir sejuk merasuki bibir terkatup
Perlahan mata iku terbuka tak percaya
Akan yang sedang dipandangnya
Senyum putih puteri jelita
Bawakan seteguk minum untuknya
Memapah perlahan dara berjalan
Sertakan sosok lunglai dalam dekapan
Serasa hangat rasuki jiwa yang terlunta
Berpamit pada biduk yang menghantarnya
Jaka tinggalkan pantai tanpa nama
Bersama puteri dewi fortuna
Jaka kini telah punya tuju
Jiwanya hangat menantang hidup
Gapaikan cita yang telah sirna
Bersama puteri penolong jiwa
Dan bidukpun berjalan digandeng ombak
Camar telah kehilangan cerita
Seiring melangkahnya sepasang insan
Menuju tuju yang telah hampir berlalu

Jumat, 24 September 2010

DALAM LEMBARAN

Kubuka lembar-lembar langkahku
Terseok seok terseret waktu
Paksakan daku pergi
Hadap pada lembar kelabu
Hawa panas menyeruak
Bulir pasir bentuk peta hitam
Aku tercenung
Aku bingung
Ada sesal menusuk sukma
Sungaiku mengalir dalam gersang
Ada sedikit guman dalam isak
Adakah daku bisa kembali
Tuk tuliskan bait pada lembaran itu
Atau terus harus begini
Sementara sukma mengamuk
Marah.......!
Mencaci.......!
Engkau pengecut...!
Engkau berhak pergi
Tapi bukan lari
Merenung dan merubah diri
Itulah embananmu dalam pergi
Lalu, isi kembali lembar lembar itu
Walau sebagian telah dicuri
Kau dapat ambil dan mengisi lagi
Akan tetapi.......!
Bukan itu yang harus kau jalani
Tapi sujud dalam berserah diri
Mengabdi tulus pada causa prima
Dengan ijin-Nya ulangi isi lembar lembar itu
Dalam goresan tinta emasmu

Jumat, 17 September 2010

PADAMU AKU BERASA

Andai aku ingin hidup itu karna kamu
Dan kalaupun ada kata kangen juga karna aku rindu kamu
Setiap kukenang waktu yang sirna
Makin membayang pada kebersamaan kita
Yang suci tak ada berkas rasa atau apa
Tapi semua itu punyai makna
Karna tlah hadirkan rasa beda
Setelah kita sama jauhnya
Dan tlah sama saling remaja
Ada hasrat saling jumpa
Dan mengulang kisah lama
Dalam nuansa yang berbeda
Dan raguku yang slalu ada
Surutkan niatan dalam dada
Karna aku tak ingin terluka
Namun asaku tetap ada
Dan tak mungkin kan sirna
Sekarang dan selamanya
Sebagai wujud kata setia
Dan pernyataan tentang cinta
Dirimu sbagai yang pertama
Dan jadi penutup jua
Hadirmu adalah hidupku
Rindumu adalah nafasku
Cintamu adalah sukmaku
Bila semua tak ada akupun sama

Kamis, 09 September 2010

PENGAKUAN

Kuhamparkan pasarah
Dideru mega menuak masa
Terbaring aku dalam rendah
Daam remang...
Ku lukis candra diargawana
Biarlah cahyanya telanjangi daku
Menusuk terobos menyentuh rasa
Terjebak aku.......
Dalam perangkap rasa
Kau adalah purnama
Hanyalah aku bintang berkedip
Aku cela.......
Bak arang dicelup tinta
Daku ada tapi tiada
Biarpun.......
Kerlip lelah bintang sejuta harap
Disambut dengan bulan dengan cahyanya
Tapi sampai kapan kan satu
Waktu malu bercerita
Itulah tuturku pada alam
Sebagai pengakuan pada rasa
Karna berucap ku tak kuasa
Sbagai tanda membawa diri

Kamis, 02 September 2010

AKU TAK PANTAS

Aku tak pantas...
Mengiringi lukamu..
Menjaga pilumu...
Memapah sedihmu..
Membimbing dukamu...

Aku terlalu jauh..
Yang kubisa hanya merasa..
Meratap atas lukamu..
Merintih atas pilumu..
Meraung atas sedihmu..
Meronta atas dukamu..

Tak layak menyandang malaikat
Kala aku tak banyak mampu berbuat
Sedang Engkau bercengkerama dengan kepedihan
Aku hanya bisa menatap..

Dibalik pagar aku menyaksikan
Pembatas nan tak terpecahkan
Gerbang itu terlalu tinggi untuk kudaki
Diding itu terlalu tebal untuk kuselami

Tak bisa aku menjadi rembulan itu
Tak mampu aku sebagai lentera
Atau bahkan lilin perumpama
Kala gelap tengah menaungi

Aku hanya disini..
Menatap dan menyesali..
Hatimu menyandang pilu..
Aku hanya bisa meratap..
Hatimu menggenggam duka..
Aku hanya bisa merana..

Ohhh... Drama kehidupan..
Berikah aku naskah sandiwara ini..
Agar dalam panggung aku berperan selayaknya
Tak perlu epilog prolog dan sebagainya
Biarkan aku bermain seperti karakter yang aku impikan

Agar bisa kusobek sobek naskah penderitaan
Nan meski dijalani sang bidadari..
Biar bisa kutulis ulang cerita riang ria..
Tanpa beban...
Tanpa luka...
Tanpa duka...
Tanpa derita...

Wahai sutradara...
Ijinkan aku mendekat pada bidadari kecilku..
Mendekap erat kala sang bayu membadai..
Memapah bangkit kala dia terpuruk..
Agar aku merasa pantas..
Menjadi benteng atas dukanya..
Menjadi laskar atas lukanya..
Menjadi biduk dalam galaunya..
Menjadi kompas atas arahnya..

Wahai gerbang pembatas..
Bukalah lebar lebar pintumu
Untuk aku mendekat..
Menghapus tiap titik titik duka..
Menampung tiap tetes tetes luka..
Memberi sandaran kala ia goyah

TANPA BERUBAH

Rasa....!
Kian jauh
Telusuri jiwa nan penuh asa
Capai relung relung dasar
Tancapkan akar menjalar tunas mekar
Melambung suatu makna
Tentang rasa.....!
Dalam membias menerpa raga
Bawakan isyarat suka
Tetapi.......!
Rantai belenggu berkuasa
Rasa ragu menggoda goda
Kuntum layu tanpa terpetik
Jatuh lepas tak berharap
Hangus terlalap sungkan
Cewamu tak mungkin sirna
Berganti busana berani
Baru kan menang kini

Sabtu, 28 Agustus 2010

BERKAHMU

Jalan masih lebar dalam langkahku
Tapi tubuh tlah memar
Terpukul hantam deru aral yang rejam cabik tubuh layuku
Ku kais-kais sisa langkah dengan jari tergetar
Masih adakah aku bercita tuk gapai langkah baru
Duniaku sepi .......!
Semua diam tenggelam hanyut badai menghancur lebur
Tetapi.......!
Saat aku rubuh .......
Terlentang tanpa kuasa
Nanar dara terpandang menyandang pedang
Kiri pedang silau haus darah
Kanan mawar harum tercium mekar
Miris hatiku teriris
Terpejam aku menanti waktu
Dara angkat tangan kiri terasa nyeri
Ajal.......Tiba.......!
Aku terpana
Tak kurasa pedih kuliti nyawaku dalam putus asa
Jua harapan sirna
Ternyata beda.......!
Selembut sutera merayapi lukaku
Sekuntum tangkai paksakan jariku genggam
Wangi harum seruak aroma mawar
Mataku terbuka lalu bangkit
Tersimpuh lagi mendekap pertiwi
Dua anak sungaiku mengalir rasakan haru
Tak bisa kubayar berkahmu
Bangkit lari kusertakan dara
Tuju hanya sebiji tanpa duanya
Mengikat dalam ladang bhakti

Kamis, 26 Agustus 2010

AISHITERU

Tentang sebuah Aishiteru...
Yang karena kebodohan aku tak tahu
Akan sebuah jawab dalam tersipu
Lambat aku maknai itu

Tentang sebuah Aishiteru...
Yang ternyata adalah suatu ungkapan
Dari ikatan sebentuk perasaan
Namun diam dalam ketidakyakinan

Tentang sebuah Aishiteru...
Yang tlah menyelinap dalam didasar hati
Terbawa gejolak hinggapi mimpi mimpi
Membenam terbungkus disanubari

Tentang sebuah Aishiteru...
Bahwa aku tak pernah percaya
Akan hadirnya semacam rasa
Nan mengeliat didalam raga

Tentang sebuah Aishiteru...
Mengapa kini baru aku mengerti
Perwakilan tutur ungkapan diri
Padahal rasa ini lama mengingini
Hadirnya Aishiteru yang mewakili
Untuk ungkap hati seorang bidadari

Dedicated : Novitha Pramadhani Andyaswarha

Senin, 16 Agustus 2010

SENANDUNG NEGERI

Mendung telah berarak menganak langit
Mentari remang tak mampu tuk memanggang pertiwi
Ketika bumi ditaburi darah putera pertiwi
Tuk lepas belenggu imperial
Yang himpit asasi kita
Dedaun berderak tiada rela
Gunung menangis dalam sendu
Dan malam gulita tanpa rembulan
Hanya bintang lelah mengangkasa
Semua terpaku pada induk negeri

Putra pertiwi...
Juangmu tak boleh terluka
Tuk gapai segala cita
Walau tak turut tuk kecapnya
Tapi itu yang engkau asa
Tuk isi semua yang tlah kau usaha
Kami hanya estafet dari perjuanganmu
Tapi kini negeri ini tlah musnah
Hilang ditelan sebuah kefanaan

Putera pertiwi ...
Semua ingin air tubuhmu tak tertumpah tersia
Tapi legamnya semangatmu tlah sirna
Oleh budak materi yang ingin tahta
Dan kini karnanya...
Negeri ini tlah hilang wibawa
Karna rakyat kini menderita
Oleh ulah segelintir manusia
Hingga melambung semua harga
Dan kami yang tidak tau tentang semua
Harus turut tanggung getah mereka

Putera Pertiwi...
Dan kini negeri ini dilanda misteri
Luka akibat ulah dari kami
Yang tak syukuri jerih dari menanam benih
Bumimu kini dilanda erosi
Yang membakar dalam hati
Kami merasa ngeri
Dengan nasib negeri warisanmu
Karna...
Keadaan tlah bertumpang balik
Dengan berbagai guncangan
Takut kami tak percaya diri lagi
Dengan terjualnya bumi kami
Dan terulang nasib yang kau alami
S'bagai puncak kekerdilan iman kami

Minggu, 15 Agustus 2010

ARTI KETEGUHAN

Semilir bayu menghembus
Membelai dahan-dahan bergemerisik
Titik tiris gerimis dalam kesunyian
Hadirkan irama merdu sang alam
Dalam sebuah penantian
Sesosok terdiam dalam ketermenungan
Aroma dingin nan menyusupi tubuh
Tak membuatnya tergetar dalam kesendirian
Titik titik air itu seolah bertanya
Pada sosok termangu dihadapannya
Dengan basahi bagian-bagian tubuhnya

Tak bergeming...
Aliran aliran kecil gerimis dikulitnya
Tak sanggup untuk lunturkan sebuah keteguhan
Ya... sebuah keteguhan...
Sosok itu miliki asa nan membara
Sperti layaknya sebuah cita

Aku berhenti menebak dan menerka
Kuhadiri dalam kuyupku dan bertanya
Geleng lemah tanpa suara
Seperti rasa putus asa
Ahhh... tidak...
Kutangkap asa membara dalam sorotnya
Kusimak keyakinan dalam hatinya
Kutemukan cinta dalam nafasnya

Simpulku kemudian pada siapa
Ya.. seperti pada sesosok dara
Kudapati dalam genggamannya
Erat tercengkeram dalam dekapnya

Berlalu aku dengan bara asanya
Lirih aku setengah bergumam
Harapku sosok itu tak mengetahuinya
Andai Engkau mengetahui..
Akupun kejar hal yang sama

Kupelajari keteguhanmu
Kan kukuhkan tujuaku
Akan hadirkan rasa sama dalam diri
Terhadap bidadari nan hadiri setiap mimpi
Bahwa masih ada rasa sejati
Meski sebagian telah terbagi

Kuyakini itu tetaplah suci
Karna didalamnya aku tak meracuni
Tentang janji nan tak mungkin kutepati
Atau impian nan tak pasti termiliki
Agar hati bidadari slamanya abadi

Meski kala nanti
Bidadari tlah menjauh pergi
Bersama penakluk sejati
Rasa kami selamanya tetaplah suci

Dedicated : Novitha Pramadhani Andyaswarha

Jumat, 13 Agustus 2010

SEBUAH ELEGI

Kehadiranmu...
Hidupkan kembali asa yang sekian lama beku
Bangkitkan lagi nafas petualang
Inspirasi penuh alunan impian
Jemariku tak mampu bertahan
Akan kerinduan pada pena
Membaluti kelenjar nadi
Hemoglobinku penuh kata-kata

Semuanya penuh puja dan puja
Pada sosok nan unik
Pada diri yang apa adanya
Pada senyum yang sempurna
Pada tatap teduh yang ingin aku singgah didalamnya

Magnetmu menarikku terlalu dalam
Hanyut dan terbawa dalam buaian
Secarik lembaran putih utusan rasa
Geliatkan aroma nan membara
Diri tlah larut dan menyatu
Akan sesuatu yang tak pernah dipahami

Aku tlah tumbang
Aku tlah terkandaskan
Oleh sebuah kelembutan
Oleh sebuah keteduhan

Gambaranmu bak sebuah kehadiran
Pada sesuatu yang tak terwakilkan
Kau bawa aku pada labirin tak bertepi
Yang aku ikuti bak sebuah teka teki
Dan waktu tak pernah beri pasti
Akan akhir atau sebuah awal

Kamis, 12 Agustus 2010

KESEMPURNAAN CINTA

Kesempurnaan cinta ...
Membuatku menjadi tak mengerti artinya cinta
Aku terlarut didalamnya dan terbuai
Memaknainya tak lagi tersirat dalam diri
Atau memang aku tak mengerti
Namun tak semestinya sama sekali

Penjelmaanmu sungguh melenakan
Bahkan aku tak mampu memberikan hidup
Walau tetap menganggapnya sebagai ratu
Atau permaisuri selayaknya
Namun kemampuan hanyalah fana
Yang terkadang sirna oleh riak-riak kecil sang lautan

Aku semakin tak mengerti
Bilakah semua ini aku lalui
Atau aku kan tenggelam tanpa
Pernah mampu memaknainya lagi

Ohhhh…..
Sanggupkah aku ……
Memberikan apa yang ingin aku beri
Sebab itu tak aku miliki
Namun aku ingini

Permaisuriku ….
Maafkan bila
Aku salah membawamu
Nahkoda yang aku jalani
Bukan kearah yang meski
Aku terlena
Oleh riakan lembut namun membadai
Setelah itu tak aku pahami
Nyata sekali itu tapaki

Permaisuriku
Kupinta maafmu sungguh sungguh
Atas ketidak berdayaanku
Semestinya engkau adalah ratu
Namun aku tak sanggup tuk wujudkannya
Karna aku hanyalah papa belaka
Duniaku adalah kekejaman hidup
Dan dikau terlalut didalamnya

Setiap sel tubuhku
Berharap engkau menjelma bak permaisuri
Nan hidup penuh dengan ketenangan dalam damai
Namun dalam setiap selku
Tersimpan kelemahan yang tak terperikan
Semakin hari kian menjajahnya

Permaisuriku
Tak terbayang dalam anganku
Aku melemah sebelum wujudkan cita
Pelitamu meredup olehku
Tak mampu aku terangkannya kembali
Sukmamu terpenjara olehku
Tak mampu aku melepaskannya kembali
Hidupmu tersita olehku
Tak mampu aku berikannya kembali

Rabu, 11 Agustus 2010

TUHAN...

Tuhan.......!
Dalam hening kuingin peluk-Mu
Dalam rendah kumohon bisik-Mu
Gapaikan sebuah asa
Meniti jalan terjal sunyi

Tuhan.......!
Dalam tawa banyak kulalai dari-Mu
Dalam canda banyak kuingkar dari-Mu
Berkelit hindar dan mereka reka
Bak raja aku di dunia
Tapi aku tetap hamba-Mu
Banyak lupa dikala suka

Tuhan.......!
Sungguh aku makhluk tak guna
Hidup mandi berkeping dosa
Sesalku bertahta hampa
Andai ridho' tak Kau nikmahkan
Tersimpuh sujud daku merajuk
Merayu ampun biar lepas
Bara panas api jahanam
Dan gapaikan pucuk cinta
Riang nirwana impian semata

Minggu, 08 Agustus 2010

JADIKAN AKU



Hati nan memerih...
Jiwa nan meluka...
Asaku turut merintih
Aku terdiam...
Membisu...
Titis sungai meluap..
Adakah aku menjadi sebab..
Atas beban yang tersandang..

Engkau melemah kini..
Terbaring lemah..
Aku merasakannya benar..
Ada sesuatu yang tak terungkap..

 


Kala dulu kulihat Engkau tegar..
Kala dulu kulihat Engkau pantang menyerah..
Kala dulu kulihat Engkau kuat..

Perih..
Ijinkan aku turut merasakan itu
Jadikan aku bagianmu
Bukan dalam riang
Tapi dalam dukamu
Bukan dalam senang
Tapi dalam sedihmu

Biarkan ini berarti..
Agar Engkau merasa tak sendiri..
Aku kan slalu menemani..

Jadikan aku punya arti..

Jumat, 06 Agustus 2010

SYAIR BUAT ADINDA

Adinda ...
Tengoklah kesana kearah rembulan bercahya
Sinarnya menghujani kita seribu kedamaian
Membelai lembut dalam sayang
Membisikkan puisi puisi menyusup dalam hati
Mengubur luka dan derita lama

Adinda...
Mampukah dinda bayangkan timur dan barat
Betapa akan terasa jauhnya
Dan itulah sayangku pada dirimu
Sebab laksana sebuah lingkaran
Terakan satu titik pada garisnya
Dan yakinlah itu adalah batas timur dan barat

Adinda...
Betapa banyak dinda lihat manusia dibumi ini
Juga binatang dan tumbuhan
Yang perlu cinta dan sayang
Tapi mengapa sering orang bicara cinta hanya seorang semata
Dan cintaku terbagi bagi kamu harus yakin itu
Untukmu hanyalah yang ada
Tapi lebih untuk sekedar seumur hidup

Adinda...
Hanya itulah yang aku punya
Cinta sejauh timur dan barat
Dan pula cinta yang sisa
Karna ku tak mampu untuk berbuat lebih dari itu
Walau mungkin aku mampu berucapnya

Adinda...
Hatiku tulus untukmu
Sbagaimana kamu menyukai garam
Akan hambar bila kurang
Dan serupa pula berlebihan
Aku hanyalah apa adanya
Tak mampu kuberjanji lebih
Tapi aku kan berusaha lebih
Gapailah semua selagi ada dan bisa
Dan ku tulus dalam doa kasih dan cinta
Bahagiamu wujud kasihku semata

Rabu, 04 Agustus 2010

ARTI SEBUAH ASA



Tentang rasa nan tak terpungkiri


Bawa emosi gemuruh tiada peri 

Bak nada gurindam pesona asa
 
dalam indah bingkai hati
  


Menuju nostalgia hati sosok puteri

Seolah opera sebuah cerita

Sebuah visual lukisan hati

Suguhkan irama merdu tentramkan jiwa

Nan tumbuh elok merona mimpi

Wujud asa kelak bersama…



Selasa, 03 Agustus 2010

SENYUMAN ITU

Senyum itu begitu lembut...
Kala menikmatinya senja itu..
Sekilas dan hanya sekilas
Diantara titik tiris gerimis

Asa paksa tuk kejar senyuman itu
Namun tlah berlalu disapu waktu
Sesal tak menikmatinya sesaat lagi
Hingga sirna asa pergi

Waktu berlalu dan terus berlalu
Tinggalkan tanya akan senyuman itu
Dan antara samudera puteri
Senyum itu datang kembali
Tapi aku tetap tak berani
Selalu ada sesuatu
Hingga senyum itupun sirna
Berlalu bersama empunya

Sempat asaku teruap
Kehilangan senyum nan indah
Kala senyuman itu tlah berubah

Muram...
Ya muram nan begitu kelam
Layu...
Bak dedaun tanggal kala terik kemarau

Dan selalu ada jalan
Agar senyum indah terlahir kembali
Yang kubingkai tersendiri
Dalam sebuah kamar hati
Asakan tak berlalu lagi
Selamanya hanya untuk hati

ARTI TATAPAN ITU

Alangkah indah bola mata itu
Menatap anggun bak menujam kalbu
Setiap tatapnya
Membuat sejuta arti tak tertara
Kharisma Kerling itu

Kucoba menyimaknya dalam
Teduh tenang tajam Kelam, gelap, hitam...
Tiada aku dapat menangkapnya
Malah aku terperangkap
Mendalam dan terus kedalam mendasar

Jaring mata itu membiusku
Jaring mata itu melenakanku
Jaring mata itu menaklukkanku
Jaring mata itu...

Daku terpekur didalamnya
Tak mampu bergerak bahkan menapak
Dan lentera itu...
Berikan nafas kelegaan
Bahwa ada sebaris harapan
Meski itu temaran
Meski itu samar

Sejenak sayup
Kutangkap lemah suara lembut
Menyapa dengan indah

Engkau tak terjebak
Karna Engkau tlah bersemayam
Dan kini Engkau tak mungkin lari
Engkau kini kumiliki
Engkau telah dalam hati

Tatapan mata itu
Tlah membuat aku tak mau berlalu
Meski aku tlah terkurung
Dalam ruang hanya berlentera
Karna aku rasakan itu sebuah hati

ADAKAH WAKTU

Aku telah kehilangan
Jiwaku menjauhi aku
Sukmaku membenci daku
Dan hatiku mulai tak peduli
Gempita dunia melenakanku

Kini aku tersungkur
Dibalik tebing terjal
Jemariku melemah tuk mendaki
Tangan tanganku tlah gemetar
Aku tlah terjerembab

Menjerit aku dengan sisa asaku..
Kubuka kelopakku dengan sisa sisa
Tergeletak aku dalam jurang itu
Aku tlah mati dikehidupanku

Smua yg membawaku pergi
Atau sama layaknya aku
Lunglai lemas lelah dan lemah
terjerembab terjungkir dan jatuh

Sendiri kukais-kaiskan jemari
Permili beranjak dalam sehari
Bangkit tiada kuasa lagi
Tergolek lagi nafas tersengal

Kegeraman aku marah
Kegusaran aku mencaci
kelemahan aku sedih
kepedihan aku menangis

Sesal yang tinggal
Adakah sempat waktu diputar
Biar jalan lurus itu kutempuh
Bukan jalan berliku terjal bertebing

Jumat, 14 Mei 2010

SEBUAH CATATAN RENUNGAN DIRI

Menengok perjalanan hidup yang telah aku lalui...
Tak pernah terasa bahwa hidup ini banyak yang tersia
Melangkah tanpa arah..
Terjebak dalam perangkap langkah..
Aku terjerumus..
Dalam suatu ilusi tak bertepi...
Tapi terlena...

Hidupku tak muda lagi..
Tapi makna yang aku torehkan..
Terlalu legam untuk dibanggai..
Bahkan hina tuk jadi cerita..
Bungkus-bungkus dusta dan nista..

Aku malu pada sukmaku...
Aku malu pada hatiku...
Aku malu pada hidupku...
Aku malu pada kemudianku...

Menyongsong gelombang akhir dunia...
Bekal tak terbawa pada detik ini...
Apakah ini hidup?
Atau hanya hayalan dalam kesendirian?
Atau buaian dalam kelelapan?

Semestinya aku bangkit...
Beranjak dan berlari...
Menyambut mentari yang terus melaju
Membarat tanpa henti...
Biar tak terlambat lagi...

Dalam asaku...
Moga dengan berkurangnya batas usia...
Diri kan mampu punyai arti...
Tidak hanya sekedar arti...
Tapi senyata-nyatanya arti...
Semoga...