Rabu, 27 Oktober 2010

AKU TAK PANTAS

Aku tak pantas...
Mengiringi lukamu..
Menjaga pilumu...
Memapah sedihmu..
Membimbing dukamu...

Aku terlalu jauh..
Yang kubisa hanya merasa..
Meratap atas lukamu..
Merintih atas pilumu..
Meraung atas sedihmu..
Meronta atas dukamu..

Tak layak menyandang malaikat
Kala aku tak banyak mampu berbuat
Sedang Engkau bercengkerama dengan kepedihan
Aku hanya bisa menatap..

Dibalik pagar aku menyaksikan
Pembatas nan tak terpecahkan
Gerbang itu terlalu tinggi untuk kudaki
Diding itu terlalu tebal untuk kuselami

Tak bisa aku menjadi rembulan itu
Tak mampu aku sebagai lentera
Atau bahkan lilin perumpama
Kala gelap tengah menaungi

Aku hanya disini..
Menatap dan menyesali..
Hatimu menyandang pilu..
Aku hanya bisa meratap..
Hatimu menggenggam duka..
Aku hanya bisa merana..

Ohhh... Drama kehidupan..
Berikah aku naskah sandiwara ini..
Agar dalam panggung aku berperan selayaknya
Tak perlu epilog prolog dan sebagainya
Biarkan aku bermain seperti karakter yang aku impikan

Agar bisa kusobek sobek naskah penderitaan
Nan meski dijalani sang bidadari..
Biar bisa kutulis ulang cerita riang ria..
Tanpa beban...
Tanpa luka...
Tanpa duka...
Tanpa derita...

Wahai sutradara...
Ijinkan aku mendekat pada bidadari kecilku..
Mendekap erat kala sang bayu membadai..
Memapah bangkit kala dia terpuruk..
Agar aku merasa pantas..
Menjadi benteng atas dukanya..
Menjadi laskar atas lukanya..
Menjadi biduk dalam galaunya..
Menjadi kompas atas arahnya..

Wahai gerbang pembatas..
Bukalah lebar lebar pintumu
Untuk aku mendekat..
Menghapus tiap titik titik duka..
Menampung tiap tetes tetes luka..
Memberi sandaran kala ia goyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar