Indah nian rupamu..
Menari diantara madu madu
Bercengkrama dengan bunga bunga
Kepakanmu berirama..
Semua mata tertuju padamu..
Cantik luar biasa..
Tapi siapa sangka..
Engkau penjelmaan dari siburuk rupa
Tak ada nan suka padamu
Bahkan untuk menyentuhmu
Kala semua mencacimu
Kala semua membencimu
Tiada nan peduli padamu
Hina dan cela..
Engkau tiada putus asa..
Namun Engkau contoh mulia
Dan bukti nyata dari yang kuasa
Tiap doa dan usaha
Tiada pernah tersia
Dalam bertapa Engkau berpinta
Dari hina menjadi cinta
Dari cela menjadi suka
Ketulusan dan keteguhan hati
Gambaran nyata sebuah pengorbanan
Hingga engkau berganti rupa
Sosok indah menggoda mata
Tarianmu melenakan
Rupanya menyenangkan
Tiada nan tiada suka padamu
Benar Engkau sebuah pembelajaran
Do'a dan pengorbanan
Nyata itu sebuah keajaiban..
Bukan kumpulan puisi atau sajak bahkan syair. Karena aku bukanlah pujangga ataupun sastrawan. Adalah kumpulan rangkaian kata-kata yang terungkap dari perjalanan hidup. Banyak cerita romantis, tragis dan ungkapan keputus asaan. Bukan semua pernah aku alami, karena bukan hanya pengalaman pribadi tetapi juga dari siapa saja yang menjadi inspirasi bagi jemariku menarikan pena dan mengetuk tuts-tuts keyboard. Yang pasti semua pernah saya lalui.
Minggu, 31 Oktober 2010
Rabu, 27 Oktober 2010
AKU TAK PANTAS
Aku tak pantas...
Mengiringi lukamu..
Menjaga pilumu...
Memapah sedihmu..
Membimbing dukamu...
Aku terlalu jauh..
Yang kubisa hanya merasa..
Meratap atas lukamu..
Merintih atas pilumu..
Meraung atas sedihmu..
Meronta atas dukamu..
Tak layak menyandang malaikat
Kala aku tak banyak mampu berbuat
Sedang Engkau bercengkerama dengan kepedihan
Aku hanya bisa menatap..
Dibalik pagar aku menyaksikan
Pembatas nan tak terpecahkan
Gerbang itu terlalu tinggi untuk kudaki
Diding itu terlalu tebal untuk kuselami
Tak bisa aku menjadi rembulan itu
Tak mampu aku sebagai lentera
Atau bahkan lilin perumpama
Kala gelap tengah menaungi
Aku hanya disini..
Menatap dan menyesali..
Hatimu menyandang pilu..
Aku hanya bisa meratap..
Hatimu menggenggam duka..
Aku hanya bisa merana..
Ohhh... Drama kehidupan..
Berikah aku naskah sandiwara ini..
Agar dalam panggung aku berperan selayaknya
Tak perlu epilog prolog dan sebagainya
Biarkan aku bermain seperti karakter yang aku impikan
Agar bisa kusobek sobek naskah penderitaan
Nan meski dijalani sang bidadari..
Biar bisa kutulis ulang cerita riang ria..
Tanpa beban...
Tanpa luka...
Tanpa duka...
Tanpa derita...
Wahai sutradara...
Ijinkan aku mendekat pada bidadari kecilku..
Mendekap erat kala sang bayu membadai..
Memapah bangkit kala dia terpuruk..
Agar aku merasa pantas..
Menjadi benteng atas dukanya..
Menjadi laskar atas lukanya..
Menjadi biduk dalam galaunya..
Menjadi kompas atas arahnya..
Wahai gerbang pembatas..
Bukalah lebar lebar pintumu
Untuk aku mendekat..
Menghapus tiap titik titik duka..
Menampung tiap tetes tetes luka..
Memberi sandaran kala ia goyah
Mengiringi lukamu..
Menjaga pilumu...
Memapah sedihmu..
Membimbing dukamu...
Aku terlalu jauh..
Yang kubisa hanya merasa..
Meratap atas lukamu..
Merintih atas pilumu..
Meraung atas sedihmu..
Meronta atas dukamu..
Tak layak menyandang malaikat
Kala aku tak banyak mampu berbuat
Sedang Engkau bercengkerama dengan kepedihan
Aku hanya bisa menatap..
Dibalik pagar aku menyaksikan
Pembatas nan tak terpecahkan
Gerbang itu terlalu tinggi untuk kudaki
Diding itu terlalu tebal untuk kuselami
Tak bisa aku menjadi rembulan itu
Tak mampu aku sebagai lentera
Atau bahkan lilin perumpama
Kala gelap tengah menaungi
Aku hanya disini..
Menatap dan menyesali..
Hatimu menyandang pilu..
Aku hanya bisa meratap..
Hatimu menggenggam duka..
Aku hanya bisa merana..
Ohhh... Drama kehidupan..
Berikah aku naskah sandiwara ini..
Agar dalam panggung aku berperan selayaknya
Tak perlu epilog prolog dan sebagainya
Biarkan aku bermain seperti karakter yang aku impikan
Agar bisa kusobek sobek naskah penderitaan
Nan meski dijalani sang bidadari..
Biar bisa kutulis ulang cerita riang ria..
Tanpa beban...
Tanpa luka...
Tanpa duka...
Tanpa derita...
Wahai sutradara...
Ijinkan aku mendekat pada bidadari kecilku..
Mendekap erat kala sang bayu membadai..
Memapah bangkit kala dia terpuruk..
Agar aku merasa pantas..
Menjadi benteng atas dukanya..
Menjadi laskar atas lukanya..
Menjadi biduk dalam galaunya..
Menjadi kompas atas arahnya..
Wahai gerbang pembatas..
Bukalah lebar lebar pintumu
Untuk aku mendekat..
Menghapus tiap titik titik duka..
Menampung tiap tetes tetes luka..
Memberi sandaran kala ia goyah
Sabtu, 23 Oktober 2010
PERI KECIL
Peri kecil...
Hadirmu warnai sisi lain hidup
Torehkan tinta nan berbeda
Bukan jingga emas atau apa
Namun begitu berharga
Peri kecil...
Kala balutan asa tlah bermain dipelupuk rasa
Sadari hadirku adalah kesalahan
Tapi rasa tetaplah kesucian
Tiada salah atau cela
Peri kecil...
Merasa ku bukan sosok dewa
Nan mampu menjadi dari segala
Hanyalah biduk lemah namun miliki asa
Tuk bawamu pada sebuah haluan
Peri kecil...
Kesederhanaan rasa
Kepolosan hati
Kesempurnaan etika
Peri kecil...
Sosok nan anggun itu
Membingkai aku pada suatu estetika baru
Memberi langkah menjamah bayangan
Hadirkan mutiara mutiara kehidupan
Peri kecil...
Engkaulah sosok itu
Nan tlah lenakanku pada suatu keadaan
Dimana semestinya bukan aku
Peri kecil...
Terkadang aku kehilangan jejakmu
Meski tlah kutelusuri kelembah lembah
Tak pernah mendapatinya..
Hanya galau...
Peri kecil...
Engkau dihadapanku tapi hampa
Engkau didepanku tapi maya
Engkau dihatiku tapi fana
Engkau kutemui tapi semu
Peri kecil...
Kujadikan Engkau istimewa tapi tak termiliki
Kujadikan Engkau permata tapi tak punyai
Kujadikan Engkau
Hadirmu warnai sisi lain hidup
Torehkan tinta nan berbeda
Bukan jingga emas atau apa
Namun begitu berharga
Peri kecil...
Kala balutan asa tlah bermain dipelupuk rasa
Sadari hadirku adalah kesalahan
Tapi rasa tetaplah kesucian
Tiada salah atau cela
Peri kecil...
Merasa ku bukan sosok dewa
Nan mampu menjadi dari segala
Hanyalah biduk lemah namun miliki asa
Tuk bawamu pada sebuah haluan
Peri kecil...
Kesederhanaan rasa
Kepolosan hati
Kesempurnaan etika
Peri kecil...
Sosok nan anggun itu
Membingkai aku pada suatu estetika baru
Memberi langkah menjamah bayangan
Hadirkan mutiara mutiara kehidupan
Peri kecil...
Engkaulah sosok itu
Nan tlah lenakanku pada suatu keadaan
Dimana semestinya bukan aku
Peri kecil...
Terkadang aku kehilangan jejakmu
Meski tlah kutelusuri kelembah lembah
Tak pernah mendapatinya..
Hanya galau...
Peri kecil...
Engkau dihadapanku tapi hampa
Engkau didepanku tapi maya
Engkau dihatiku tapi fana
Engkau kutemui tapi semu
Peri kecil...
Kujadikan Engkau istimewa tapi tak termiliki
Kujadikan Engkau permata tapi tak punyai
Kujadikan Engkau
Rabu, 20 Oktober 2010
TAKKAN TERULANG
Tak mau aku salah untuk kedua kali..
Masih terngiang dalam pelupuk ingatan..
Kala Engkau mengadu tentang sikap seseorang..
Yang nyata padanya tak ada harapan..
Bak bijaksana akupun berfatwa..
Engkau kembali padanya..
Kala seseorang itu tlah bisa seperti harapan..
Engkau berlalu..
Pergi dari pandanganku..
Terkadang tersiar khabar..
Sejenak kemudian sirna..
Aku memberinya judul aku kehilanganmu
Dan kini ketika aku temui..
Engkau tengah terluka..
Seseorang itu tak memberimu arti..
Tinggalkanmu dalam rana..
Kuraih Engkau dan tak kulepas lagi..
Memapahmu tuk menatap kehidupan..
Coba membimbingmu raih harapan..
Tapi ternyata..
Perpisahanmu aku turut berperan..
Seseorang itu tlah berubah..
Tak mampu berikan ikatan..
Sbagaimana padamu aku sarankan..
Kala kusibak lembar sejarahmu..
Simpul tersenyum kala ada bahagia..
Tapi nyata Engkau banyak terluka..
Terluka oleh penantian..
Nan akhirnya tinggal penantian..
Tak pernah terwujud kebersamaan..
Kini...
Tak kuijinkan Engkau kembali terluka..
Atau bahkan salah arah..
Dalam menilai kehidupan..
Maaf..
Andai akhirnya aku banyak tanya..
Engkau dimana, dengan siapa dan berbuat apa..
hanya tuk berharap..
Engkau tak salah menatap arah langkah..
Ijinkan aku..
Membimbing arah..
Menuntun langkah..
Agar Engkau tak terluka lagi..
Agar Engkau tak tersakiti..
Sampai batas waktu nanti..
Aku kan melepaskanmu..
Pada titian nan semestinya..
Pada pelabuhan nan selayaknya..
Untuk Engkau raih bahagia..
Smoga tanpa air mata..
Masih terngiang dalam pelupuk ingatan..
Kala Engkau mengadu tentang sikap seseorang..
Yang nyata padanya tak ada harapan..
Bak bijaksana akupun berfatwa..
Engkau kembali padanya..
Kala seseorang itu tlah bisa seperti harapan..
Engkau berlalu..
Pergi dari pandanganku..
Terkadang tersiar khabar..
Sejenak kemudian sirna..
Aku memberinya judul aku kehilanganmu
Dan kini ketika aku temui..
Engkau tengah terluka..
Seseorang itu tak memberimu arti..
Tinggalkanmu dalam rana..
Kuraih Engkau dan tak kulepas lagi..
Memapahmu tuk menatap kehidupan..
Coba membimbingmu raih harapan..
Tapi ternyata..
Perpisahanmu aku turut berperan..
Seseorang itu tlah berubah..
Tak mampu berikan ikatan..
Sbagaimana padamu aku sarankan..
Kala kusibak lembar sejarahmu..
Simpul tersenyum kala ada bahagia..
Tapi nyata Engkau banyak terluka..
Terluka oleh penantian..
Nan akhirnya tinggal penantian..
Tak pernah terwujud kebersamaan..
Kini...
Tak kuijinkan Engkau kembali terluka..
Atau bahkan salah arah..
Dalam menilai kehidupan..
Maaf..
Andai akhirnya aku banyak tanya..
Engkau dimana, dengan siapa dan berbuat apa..
hanya tuk berharap..
Engkau tak salah menatap arah langkah..
Ijinkan aku..
Membimbing arah..
Menuntun langkah..
Agar Engkau tak terluka lagi..
Agar Engkau tak tersakiti..
Sampai batas waktu nanti..
Aku kan melepaskanmu..
Pada titian nan semestinya..
Pada pelabuhan nan selayaknya..
Untuk Engkau raih bahagia..
Smoga tanpa air mata..
Jumat, 15 Oktober 2010
SEPERTI MENGEJAR BAYANGAN
Ku cari cari senyummu disisa malam
Dari seluk seluk mimpi
Kutelususi jejak demi jejak
Diantara tabir ke tabir
Kusingkap lembaran kenangan
Ahhhh...
Aku kehilangan
Sungguh sulit menggapainya
Tak kudapati yang kuingini
Bahkan sirna yang tlah terbingkai
Ohhh...
Sungguh ini tak kutahui
Bingkai indah itu sesaat benar
Sejenak kupahami
Kemudian sama sekali tak kumengerti
Bahkan kini Engkau tak peduli
Pada hati nan tetap mencari
Bayangmu pun sirna tak kutemui
Dalam tapak tapak jejak langkah
Terasa kini dalam keterpurukan
Mendalami jejak langkah nan tersia
Ritme perjalanan nan galau
Mengejar mimpi didalam mimpi
Sadari aku dalam keberadaanku
Ternyata dalam permainan rasa
Aku bukan apa pula siapa
Bak bayangan ada tanpa makna
Satu per satu langkah beranjak
Tertatih menata rasa
Memapah tegak sang jiwa
Dalam papa nestapa
Dari seluk seluk mimpi
Kutelususi jejak demi jejak
Diantara tabir ke tabir
Kusingkap lembaran kenangan
Ahhhh...
Aku kehilangan
Sungguh sulit menggapainya
Tak kudapati yang kuingini
Bahkan sirna yang tlah terbingkai
Ohhh...
Sungguh ini tak kutahui
Bingkai indah itu sesaat benar
Sejenak kupahami
Kemudian sama sekali tak kumengerti
Bahkan kini Engkau tak peduli
Pada hati nan tetap mencari
Bayangmu pun sirna tak kutemui
Dalam tapak tapak jejak langkah
Terasa kini dalam keterpurukan
Mendalami jejak langkah nan tersia
Ritme perjalanan nan galau
Mengejar mimpi didalam mimpi
Sadari aku dalam keberadaanku
Ternyata dalam permainan rasa
Aku bukan apa pula siapa
Bak bayangan ada tanpa makna
Satu per satu langkah beranjak
Tertatih menata rasa
Memapah tegak sang jiwa
Dalam papa nestapa
Kamis, 07 Oktober 2010
GAMBARAN ALAM
Derai airmata dunia aliri wajah pertiwi
Bentuk sungai sungai kecil
Tawarkan haru pada sebentuk insan
Rona langitpun tak tampak cerah lagi
Lautan terdiam dalam riakan kecil
Dan karang merintih sandarkan biduk
Biduk ini tlah hilang dermaga
Langkahkan kecil tak berasa
Bulir pantai taburi dinding nan rapuh
Binatang kecilpun tak mampu diajak bertutur kata
Nyiur tundukkan lesu hilang kata
Semua telah berperan
Semua tlah turut rasakan
Semua tlah lelap dalam duka
Tapi tak mampu yang bersua sepatah bicara
Tak mampu kuatkan biduk yang kian lapuk
Akhirnya semua tak peduli
Tiada kata haru lagi
Atau kata duka tuk mewakili
Kini semua luluskan biduk dalam rapuhnya
Hai laut hancurkan aku dalam gelombangmu
Mentari lemah, bicaralah engkau dengan terikmu
Binatang laut nan bodoh
Taringmu lebih berharga demi hancurkan tubuhku
Nyiur yang sombong
Tiupkan bayu tuk luruhkan daku
Dan alam mulai tercaci
Hingga biduk terlarut dalam kenangan
Sirna....
Ditelan lautan yang lapar
Akhirnya semua berpulang apa adanya
Bersama lenyapnya asa biduk
Yang menguap dalam fana
Setelah berlayar tanpa asa
Kembali dalam pelukan pertiwi
Bentuk sungai sungai kecil
Tawarkan haru pada sebentuk insan
Rona langitpun tak tampak cerah lagi
Lautan terdiam dalam riakan kecil
Dan karang merintih sandarkan biduk
Biduk ini tlah hilang dermaga
Langkahkan kecil tak berasa
Bulir pantai taburi dinding nan rapuh
Binatang kecilpun tak mampu diajak bertutur kata
Nyiur tundukkan lesu hilang kata
Semua telah berperan
Semua tlah turut rasakan
Semua tlah lelap dalam duka
Tapi tak mampu yang bersua sepatah bicara
Tak mampu kuatkan biduk yang kian lapuk
Akhirnya semua tak peduli
Tiada kata haru lagi
Atau kata duka tuk mewakili
Kini semua luluskan biduk dalam rapuhnya
Hai laut hancurkan aku dalam gelombangmu
Mentari lemah, bicaralah engkau dengan terikmu
Binatang laut nan bodoh
Taringmu lebih berharga demi hancurkan tubuhku
Nyiur yang sombong
Tiupkan bayu tuk luruhkan daku
Dan alam mulai tercaci
Hingga biduk terlarut dalam kenangan
Sirna....
Ditelan lautan yang lapar
Akhirnya semua berpulang apa adanya
Bersama lenyapnya asa biduk
Yang menguap dalam fana
Setelah berlayar tanpa asa
Kembali dalam pelukan pertiwi
Selasa, 05 Oktober 2010
PENGORBANAN DAN KEBAHAGIAAN
Semerbak rona persahabatan
Masih terukir dalam
Bawakan satu pesona
Masih melekat dalam lembah kalbu
Hadirmu adalah karunia terbesar untukku
Warnai sendiri arti perjalanan
Engkau hadirkan senyum dunia untukku
Bawakan tangkai tangkai asa
Dan suntingkan setangkup keyakinan
Aku masih punyai kehidupan ini
Namun aku hanyalah aku
Yang tak mampu berlaku sepertimu
Tak kusadar akan kerapuhanmu
Kau halaukan galau sukmaku
Dengan lembut kasihmu
Ikatan waktu pisahkan raga
Tapi hati tetaplah sama
Kini sadari aku dalam sesalku
Kala berpulang di istanamu
Kala engkau abadi dalam kehidupanmu
Aku impikan engkau karibku
Temani dalam kebersamaan
Meniti jalan yang tlah usang dalam kenangan
Asaku kan mulai berlaku untukmu
Berjalan pada jalan yang tlah kau tempuhi
Tertawa dalam tangismu
Bahagia dalam dukamu
Demi insan lain yang lebih perlu
Walau engkau sendiri haus untuk itu
Masih terukir dalam
Bawakan satu pesona
Masih melekat dalam lembah kalbu
Hadirmu adalah karunia terbesar untukku
Warnai sendiri arti perjalanan
Engkau hadirkan senyum dunia untukku
Bawakan tangkai tangkai asa
Dan suntingkan setangkup keyakinan
Aku masih punyai kehidupan ini
Namun aku hanyalah aku
Yang tak mampu berlaku sepertimu
Tak kusadar akan kerapuhanmu
Kau halaukan galau sukmaku
Dengan lembut kasihmu
Ikatan waktu pisahkan raga
Tapi hati tetaplah sama
Kini sadari aku dalam sesalku
Kala berpulang di istanamu
Kala engkau abadi dalam kehidupanmu
Aku impikan engkau karibku
Temani dalam kebersamaan
Meniti jalan yang tlah usang dalam kenangan
Asaku kan mulai berlaku untukmu
Berjalan pada jalan yang tlah kau tempuhi
Tertawa dalam tangismu
Bahagia dalam dukamu
Demi insan lain yang lebih perlu
Walau engkau sendiri haus untuk itu
Langganan:
Komentar (Atom)