Engkau sosok perkasa dalam tubuh lemahmu
Tiada kata lelah meski tiada yang peduli
Malam engkau terjaga kala semua terlelap
Serupa kala pagi menjelang
Segala kerjanya sungguh
Bukanlah untuk ia semata
Demi kami yang bahkan tak merasai
Tengoklah ia bimbing bocah bocah
Pagi hingga mentari tegak menjelang
Selepasnya bergulat dalam pengabdian mulia
Siapkan sajian lezat yang bahkan kami cela
Engkau tidak bosan
Bahkan esok engkau lakukan serupa
Sejenak kemudian
Engkau siapkan kami penampilan nan wibawa
Engkau selalu siapkan kami untuk menjadi sepantasnya
Harus tak boleh ada yang berpraduga
Kami hanyalah papa nan bersahaja
Tiap mata saksikan kami bak berada raja dan ratu
Peluhmu belumlah mengering sebenarnya
Dalam ringkuk lelah lelap matamu
Tapi dalam binar senyum bibirmu
Bersirat bahagiamu menjalani hari
Wahai wanita hebatku
Moga kelak kami mengerti
Bhakti sucimu tulus sejati
Hanya untuk kami
Kami yang memahamimu
Aku, Chinza, Tiyant dan Zhysie
Bukan kumpulan puisi atau sajak bahkan syair. Karena aku bukanlah pujangga ataupun sastrawan. Adalah kumpulan rangkaian kata-kata yang terungkap dari perjalanan hidup. Banyak cerita romantis, tragis dan ungkapan keputus asaan. Bukan semua pernah aku alami, karena bukan hanya pengalaman pribadi tetapi juga dari siapa saja yang menjadi inspirasi bagi jemariku menarikan pena dan mengetuk tuts-tuts keyboard. Yang pasti semua pernah saya lalui.
Sabtu, 03 Desember 2016
BUALAN PAGI
Seringaiku kala pagi dibalut temiris hujan
Saksikan tubuh mungil berseragam
Bersemangat ia menantang tetes air mata
Nan tegas ditampung putih biru merah
Pembungkus badan mungil itu
Semangatmu bak kobaran asa pahlawan nak
Kepolosanmu tak mengerti gempita negeri ini
Tak ada yang menjamin basah lusuh tubuhmu
Mungkin kelak ia beruntung dan berjaya
Atau terhempas kandas terlunta dan tersisih
Ahh...... Siapa nan peduli
Itu nasibmu nasib kalian nasib anda
Nun dimasa nan sama para penguasa bangsa
Bersandar dudukan empuk nikmati sarapan eropa
Persiapkan energi kala bergelincir mentari
Mendebat mencaci berperang narasi
Demi kemajuan negeri nan bocah berseragam naungi
Nyatanya demi sejahtera nan pribadi
Sungguh bualan tak berperi
Bukankah para pejuang tlah berpetisi
Dalam untaian wasiat empat pilarnya
Sejatinya bocah kecil nan kuyub berseragam
Engkau nyata tlah didurhakai
Para budak kuasa dan materi
Usahamu tuk menatap hari depan bercahaya
Terenggut oleh pendurhaka bangsa
Kembali aku menyeringai dalam seruputan kopi
Saksikan tubuh mungil berseragam
Bersemangat ia menantang tetes air mata
Nan tegas ditampung putih biru merah
Pembungkus badan mungil itu
Semangatmu bak kobaran asa pahlawan nak
Kepolosanmu tak mengerti gempita negeri ini
Tak ada yang menjamin basah lusuh tubuhmu
Mungkin kelak ia beruntung dan berjaya
Atau terhempas kandas terlunta dan tersisih
Ahh...... Siapa nan peduli
Itu nasibmu nasib kalian nasib anda
Nun dimasa nan sama para penguasa bangsa
Bersandar dudukan empuk nikmati sarapan eropa
Persiapkan energi kala bergelincir mentari
Mendebat mencaci berperang narasi
Demi kemajuan negeri nan bocah berseragam naungi
Nyatanya demi sejahtera nan pribadi
Sungguh bualan tak berperi
Bukankah para pejuang tlah berpetisi
Dalam untaian wasiat empat pilarnya
Sejatinya bocah kecil nan kuyub berseragam
Engkau nyata tlah didurhakai
Para budak kuasa dan materi
Usahamu tuk menatap hari depan bercahaya
Terenggut oleh pendurhaka bangsa
Kembali aku menyeringai dalam seruputan kopi
Sabtu, 27 Agustus 2016
PAHLAWAN HATI
Rasanya belum genap umur bhakti
Bahkan terasa durhaka tuk menghargai
Kasihmu belum cukup kami ganti
Sayangmu belum cukup kami imbangi
Perjuanganmu belum cukup kami hadiahi
Sakitmu belum cukup kami obati
Kini kau kembali...
Meraung aku bukan karena pergimu
Tetapi karena kami belumlah mengabdi
Meratap aku bukan karena berat hati
Tetapi karena kami belumlah berbhakti
Menangis aku bukan karena gundah hati
Tetapi karena kami bagimu belumlah cukup arti
Sungguh kami mengikhlaskan kepulanganmu
Luluh air mata atas sesal
Lunglai tubuh atas silaf
Atas segala nan belum aku mampu
Mengganti atas segala nan kau beri
Pahlawan hatiku...
Gugur bungaku untuk hantarmu
Pada pusara terakhir nan abadi
Sosok hebatku...
Tunai telah janji bhaktimu
Dampingi kami memapah hidup
Tuhan...
Tak lagi aku dapat mengecupnya
Tak lagi aku dapat memapahnya
Tak lagi aku dapat mendekapnya
Tak lagi aku dapat merawatnya
Tak lagi aku dapat
Ahhh... sejuta hal tak lagi
Aku dapat lakukan
Sbagai bentuk ladang bhakti
Tuhan...
Sesalku sungguh menggurita
Mengakar hingga arteri
Aku tak berbhakti
Aku mendurhakai
Aku tlah sia siai
Atas sempat nan kumiliki
Tuhan...
Pahlawan hati kini
Tlah Engkau panggil dari pertiwi
Memenuhi atas segala janji
Tiap yang bernyawa pasti mati
Tuhan...
Rawatlah ia sebagaimana ia merawat kami
Kasihi ia sebagaimana ia mengasihi kami
Sayangi ia sebagaimana ia menyayangi kami
Cintai ia sebagaimana ia mencintai kami
Lindungi ia sebagaimana ia tulus lindungi kami
Cukupkanlah derita ia ketika dibumi
Cukupkanlah nestapa ia ketika nafas masih dimiliki
Cukupkanlah sakit ia tika masih bersama kami
Tuhan...
Gantikanlah derita jadi bahagia
Gantikanlah nestapa jadi suka cita
Gantikanlah sakit jadi seri seri
Aku merajuk pinta
** Terdedikasikan untuk Almarhum Ayahanda Tukiman Bin Iro Karso **
Bahkan terasa durhaka tuk menghargai
Kasihmu belum cukup kami ganti
Sayangmu belum cukup kami imbangi
Perjuanganmu belum cukup kami hadiahi
Sakitmu belum cukup kami obati
Kini kau kembali...
Meraung aku bukan karena pergimu
Tetapi karena kami belumlah mengabdi
Meratap aku bukan karena berat hati
Tetapi karena kami belumlah berbhakti
Menangis aku bukan karena gundah hati
Tetapi karena kami bagimu belumlah cukup arti
Sungguh kami mengikhlaskan kepulanganmu
Luluh air mata atas sesal
Lunglai tubuh atas silaf
Atas segala nan belum aku mampu
Mengganti atas segala nan kau beri
Pahlawan hatiku...
Gugur bungaku untuk hantarmu
Pada pusara terakhir nan abadi
Sosok hebatku...
Tunai telah janji bhaktimu
Dampingi kami memapah hidup
Tuhan...
Tak lagi aku dapat mengecupnya
Tak lagi aku dapat memapahnya
Tak lagi aku dapat mendekapnya
Tak lagi aku dapat merawatnya
Tak lagi aku dapat
Ahhh... sejuta hal tak lagi
Aku dapat lakukan
Sbagai bentuk ladang bhakti
Tuhan...
Sesalku sungguh menggurita
Mengakar hingga arteri
Aku tak berbhakti
Aku mendurhakai
Aku tlah sia siai
Atas sempat nan kumiliki
Tuhan...
Pahlawan hati kini
Tlah Engkau panggil dari pertiwi
Memenuhi atas segala janji
Tiap yang bernyawa pasti mati
Tuhan...
Rawatlah ia sebagaimana ia merawat kami
Kasihi ia sebagaimana ia mengasihi kami
Sayangi ia sebagaimana ia menyayangi kami
Cintai ia sebagaimana ia mencintai kami
Lindungi ia sebagaimana ia tulus lindungi kami
Cukupkanlah derita ia ketika dibumi
Cukupkanlah nestapa ia ketika nafas masih dimiliki
Cukupkanlah sakit ia tika masih bersama kami
Tuhan...
Gantikanlah derita jadi bahagia
Gantikanlah nestapa jadi suka cita
Gantikanlah sakit jadi seri seri
Aku merajuk pinta
** Terdedikasikan untuk Almarhum Ayahanda Tukiman Bin Iro Karso **
Senin, 15 Agustus 2016
Festival Skala Brak 3
Festival Skara Brak adalah salah satu promosi budaya dan pariwisata Kabupaten Lampung Barat yang semula bernama Festival Teluk Stabas. Seiring dengan pemekaran wilayah Kabupaten Pesisir Bara dari Lampung Barat, maka Festival Teluk Stabas menjadi bagian dari Kabupaten Pesisir Barat. Sehingga sejak tahun 2014 Festival Teluk Stabas berganti rupa menjadi Festival Skala Brak...
Rabu, 17 Februari 2016
DIALAH ANUGERAH
Dia memilihku atas kekuranganku
Menyayangiku atas kemiskinanku
Menyintaiku atas kebodohanku
Mengasihiku atas keterpurukanku
Agar dikemudian kelak
Mampu menyemangati untuk kejayaanku
Mampu mengiringi untuk kepandaianku
Mampu mendampingi untuk kebangkitanku
Menyayangiku atas kemiskinanku
Menyintaiku atas kebodohanku
Mengasihiku atas keterpurukanku
Agar dikemudian kelak
Mampu menyemangati untuk kejayaanku
Mampu mengiringi untuk kepandaianku
Mampu mendampingi untuk kebangkitanku
Dialah sosok bidadari sederhana itu
Yang tlah memberiku tiga bidadari
Dan satu arjuna yang tak mampu turut
Memapah tapak perjuanganku
Yang tlah memberiku tiga bidadari
Dan satu arjuna yang tak mampu turut
Memapah tapak perjuanganku
Dia adalah perlambang ketegaran
Dia adalah perlambang kesetiaan
Dia adalah perlambang kekuatan
Dia adalah yang mampu berkorban
Berkorban atas pilihan pilihan
Nan mampu berikan dunia untuknya
Dia adalah perlambang kesetiaan
Dia adalah perlambang kekuatan
Dia adalah yang mampu berkorban
Berkorban atas pilihan pilihan
Nan mampu berikan dunia untuknya
Kasihnya adalah tetesan embun dalam kedahagaanku
Cintanya adalah lentera dalam kegelapanku
Sayangnya adalah kekuatan dalam kelunglaianku
Cintanya adalah lentera dalam kegelapanku
Sayangnya adalah kekuatan dalam kelunglaianku
Adakah lalu sebuah alasan
Untuk membuatku berpaling
Atau sekedar melunturkan rasa
Atas kesempurnaannya dalam hidup dan kehidupanku
Untuk membuatku berpaling
Atau sekedar melunturkan rasa
Atas kesempurnaannya dalam hidup dan kehidupanku
Sudah menjadi keharusan
Untuk aku menjadikannya istimewa
Untuk aku menjadikannya satu semata
Untuk aku menjadikannya sempurna
Untuk aku menjadikannya bagian ibadahku
Untuk aku menjadikannya istimewa
Untuk aku menjadikannya satu semata
Untuk aku menjadikannya sempurna
Untuk aku menjadikannya bagian ibadahku
Sbagai bagian atas
Ketakjubanku
Kebanggaanku
Kecintaanku
Ketakjubanku
Kebanggaanku
Kecintaanku
Dialah seorang penggenap segala ganjilku
Langganan:
Komentar (Atom)
