Menulis
adalah kegiatan yang dulu menjadi sebuah kegemaran bagi saya. Membuat karangan-karangan
yang entah enak dibaca maupun tidak. Mengisi buku diary yang dianggap sebagian
orang itu hal paling naif yang dilakukan oleh seorang cowok. Akan tetapi hal
itu menjadi suatu kegiatan yang mengasyikan bagi saya.
Kegiatan-kegiatan
alam, adventure, outbond, adalah sebagian kecil dari ide untuk menuangkan
gagasan yang kemudian tergores dalam sebuah tulisan. 
Menulis
adalah aliran darah. Menulis adalah sama halnya dengan kebutuhan pokok. Tiada
hari tanpa menggoreskan pena. Pena adalah sebuah mainset. Segala ide dan
gagasan selalu berawal dari goresan pena. Dimana hidup saya senantiasa ditemani
oleh pena dan sebuah buku kecil. Segala hal yang menarik akan selalu tercatat
didalamnya. Bahkan mungkin hal yang cukup sepele. Seperti halnya ketika kita
mempunyai seorang sahabat, mencatat berapa tahi lalat diwajahnya dan dimana
letaknya, itu terdengar naif, aneh, asing dan mengada-ada. Akan tetapi terasa
besar manfaatnya dikala suatu masa, tatkala sudah terpisahkan sekian tahun
lamanya, dimana tentunya perubahan fisik jelas tidak terelakkan lagi, hal yang
tadinya kita anggap naif, aneh tersebut menjadi sangat penting. Dengan kita
mengetahui bahwa dia mempunyai tahi lalat didekat hidung, diatas bibir atas dan
dibawah mata sebelah kiri, perubahan fisik tak menghalangi kita untuk tetap
mengingatnya kembali.
Dan
itu diawali dari menulis. Hal penting yang ternyata oleh saya menjadi
terlupakan. Setelah memasuki dunia kerja, dengan berbagai macam kesibukan atau
sikap sok sibuk, hal yang dulu merupakan sebuah karya menjadi sirna tanpa
makna.
Dunia
kerja menuntut saya tetap menulis, tetapi menulis dalam arti kedinasan yang
terpaku pada retorika-retorika baku tanpa adanya kebebasan berkreasi dan tidak
bersifat inspiratif. Karena kapasitas saya dalam dunia kerja saya tidak lebih
dari pesuruh dan juru ketik. Artinya, hal yang paling inovatif yang saya
lakukan adalah menyesuaikan bahasa tulisan saya dengan kehendak dan pemikiran
atasan saya. Tidak kurang dan tidak lebih.
Kebiasaan
saya menulis dari kelas V Sekolah Dasar atau tepatnya sejak tahun 1988 akhirnya
harus terhentikan sejak diri saya memasuki dunia kerja pada tahun 1998. Sepuluh
tahun saya belajar menulis, dan belum ada tulisan ataupun gagasan saya yang
bermanfaat atau dapat dinikmati orang orang lain, mungkin alasan itulah, ketika
memasuki dunia kerja, kegemaran itu terpaksa saya hentikan. Meski sesungguhnya
terasa susah payah. 
Namun
saat ini, setelah 17 tahun terlewatkan, saya seperti terbangunkan kembali.
Bahwa menulis itu merupakan sebuah kegiatan yang sunguh-sungguh bermanfaat.
Karena, didalam menulis, paling tidak kita tiga kali melalukan kegiatan
membaca. Tidak semua orang mempunyai kegemaran menulis, karena tidak semua
orang juga yang mempunyai kegemaran membaca. Padahal dalam agama sudah sangat
jelas, perintah pertama agar manusia tidak bodoh adalah dengan membaca. 
Setelah
17 tahun itu baru saya sadari, ketika kegemaran saya yang lain yang
alhamdulillah tidak turut mati adalah menyantap berbagai informasi dalam setiap
ada kesempatan. Itu menyadarkan kepada saya, saya selalu diberi. Kenapa saya
tidak berusaha untuk memberi. Menulis memberikan kesempatan kepada saya untuk
memberi kepada orang lain. Berbagi informasi, ide, gagasan dan berita. 
Bertitik
dari inilah, saya berusaha kembali untuk mencintai kegemaran menulis saya.
Apabila ada kutipan-kutipan dalam sebuah tulisan saya, bukan berarti itu
plagiat, tetapi murni berbagi informasi. Semoga saya selalu ingat dan
diingatkan, agar ketika saya melakukan saduran dan kutipan selalu menyertakan
sumber dari pemilik informasi yang saya sadur tersebut. Agar selain
memperpanjang tali sulaturahim, juga lebih menghormati pemilik informasi yang
sebenarnya. 
Semoga
kegemaran ini akan berlanjut dan memiliki manfaat, bukan hanya akan berisi
gosip dan fitnah semata. Allahumma Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar