Selasa, 09 Juni 2015

Mengingatkan Kembali


Menulis adalah kegiatan yang dulu menjadi sebuah kegemaran bagi saya. Membuat karangan-karangan yang entah enak dibaca maupun tidak. Mengisi buku diary yang dianggap sebagian orang itu hal paling naif yang dilakukan oleh seorang cowok. Akan tetapi hal itu menjadi suatu kegiatan yang mengasyikan bagi saya.
Kegiatan-kegiatan alam, adventure, outbond, adalah sebagian kecil dari ide untuk menuangkan gagasan yang kemudian tergores dalam sebuah tulisan.
Menulis adalah aliran darah. Menulis adalah sama halnya dengan kebutuhan pokok. Tiada hari tanpa menggoreskan pena. Pena adalah sebuah mainset. Segala ide dan gagasan selalu berawal dari goresan pena. Dimana hidup saya senantiasa ditemani oleh pena dan sebuah buku kecil. Segala hal yang menarik akan selalu tercatat didalamnya. Bahkan mungkin hal yang cukup sepele. Seperti halnya ketika kita mempunyai seorang sahabat, mencatat berapa tahi lalat diwajahnya dan dimana letaknya, itu terdengar naif, aneh, asing dan mengada-ada. Akan tetapi terasa besar manfaatnya dikala suatu masa, tatkala sudah terpisahkan sekian tahun lamanya, dimana tentunya perubahan fisik jelas tidak terelakkan lagi, hal yang tadinya kita anggap naif, aneh tersebut menjadi sangat penting. Dengan kita mengetahui bahwa dia mempunyai tahi lalat didekat hidung, diatas bibir atas dan dibawah mata sebelah kiri, perubahan fisik tak menghalangi kita untuk tetap mengingatnya kembali.
Dan itu diawali dari menulis. Hal penting yang ternyata oleh saya menjadi terlupakan. Setelah memasuki dunia kerja, dengan berbagai macam kesibukan atau sikap sok sibuk, hal yang dulu merupakan sebuah karya menjadi sirna tanpa makna.
Dunia kerja menuntut saya tetap menulis, tetapi menulis dalam arti kedinasan yang terpaku pada retorika-retorika baku tanpa adanya kebebasan berkreasi dan tidak bersifat inspiratif. Karena kapasitas saya dalam dunia kerja saya tidak lebih dari pesuruh dan juru ketik. Artinya, hal yang paling inovatif yang saya lakukan adalah menyesuaikan bahasa tulisan saya dengan kehendak dan pemikiran atasan saya. Tidak kurang dan tidak lebih.
Kebiasaan saya menulis dari kelas V Sekolah Dasar atau tepatnya sejak tahun 1988 akhirnya harus terhentikan sejak diri saya memasuki dunia kerja pada tahun 1998. Sepuluh tahun saya belajar menulis, dan belum ada tulisan ataupun gagasan saya yang bermanfaat atau dapat dinikmati orang orang lain, mungkin alasan itulah, ketika memasuki dunia kerja, kegemaran itu terpaksa saya hentikan. Meski sesungguhnya terasa susah payah.
Namun saat ini, setelah 17 tahun terlewatkan, saya seperti terbangunkan kembali. Bahwa menulis itu merupakan sebuah kegiatan yang sunguh-sungguh bermanfaat. Karena, didalam menulis, paling tidak kita tiga kali melalukan kegiatan membaca. Tidak semua orang mempunyai kegemaran menulis, karena tidak semua orang juga yang mempunyai kegemaran membaca. Padahal dalam agama sudah sangat jelas, perintah pertama agar manusia tidak bodoh adalah dengan membaca.
Setelah 17 tahun itu baru saya sadari, ketika kegemaran saya yang lain yang alhamdulillah tidak turut mati adalah menyantap berbagai informasi dalam setiap ada kesempatan. Itu menyadarkan kepada saya, saya selalu diberi. Kenapa saya tidak berusaha untuk memberi. Menulis memberikan kesempatan kepada saya untuk memberi kepada orang lain. Berbagi informasi, ide, gagasan dan berita.
Bertitik dari inilah, saya berusaha kembali untuk mencintai kegemaran menulis saya. Apabila ada kutipan-kutipan dalam sebuah tulisan saya, bukan berarti itu plagiat, tetapi murni berbagi informasi. Semoga saya selalu ingat dan diingatkan, agar ketika saya melakukan saduran dan kutipan selalu menyertakan sumber dari pemilik informasi yang saya sadur tersebut. Agar selain memperpanjang tali sulaturahim, juga lebih menghormati pemilik informasi yang sebenarnya.
Semoga kegemaran ini akan berlanjut dan memiliki manfaat, bukan hanya akan berisi gosip dan fitnah semata. Allahumma Amin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar